Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan » Republik Indonesia
Canberra, 8 Agustus 2023 – Sebanyak 20 orang dari Australian National University (ANU) berkunjung ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Canberra, pada Jumat (4/8). Mereka adalah penerima beasiswa penelitian Future Research Talent (FRT) dari ANU College of Science. FRT adalah program kompetitif dan bergengsi yang ditujukan untuk menarik mahasiswa dan staf muda terbaik dari institusi papan atas Indonesia. Program ini menawarkan peluang berharga bagi talenta peneliti muda Indonesia untuk membangun jejaring internasional dan mengembangkan keterampilan penelitian di universitas terbaik Australia.
Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Canberra, Mukhamad Najib menyampaikan kegembiraannya bisa bertemu dengan ilmuwan masa depan Indonesia yang akan mengikuti program penelitian di ANU selama tiga bulan. Menurut Najib, kegiatan ini sangat sejalan dengan agenda pemerintah Indonesia dalam mendorong para mahasiswa dan dosen untuk memiliki pengalaman internasional.
“Pemerintah memiliki program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), dimana salah satunya mendorong dan menfasilitasi mahasiswa dan dosen untuk memiliki pengalaman internasional, baik melalui partisipasi dalam konferensi internasional, mengambil kredit di universitas luar negeri, maupun magang di institusi top dunia. ANU merupakan universitas yang masuk dalam top 100 dunia, sehingga ANU FRT sangat mendukung agenda pemerintah yang sedang menggencarkan MBKM,” jelas Najib.
Lebih lanjut, Najib mengatakan bahwa pada tahun 2023 pemerintah mengirim hampir 200 mahasiswa untuk kuliah satu semester di universitas top Australia dengan beasiswa Indonesia International Student Mobility Awards (IISMA). Untuk di Canberra sendiri ada sepuluh mahasiswa ke ANU dan sembilan mahasiswa ke Canberra Institute of Technology. Dengan adanya ANU FRT, jumlah mahasiswa dan staf yang melakukan mobilitas internasional ke institusi top di Australia semakin meningkat.
Najib menambahkan bahwa program ANU FRT ini dapat meningkatkan kerja sama penelitian antara Indonesia dan Australia. “ANU FRT dapat menjadi model bagi universitas lain untuk meningkatkan kerja sama penelitian. FRT memberi kesempatan peneliti muda Indonesia belajar, dan kelak ketika mereka menjadi peneliti di Indonesia, tentu akan bekerja sama dengan Australia, karena telah terbangun jejaring saat melakukan penelitian di ANU. Saya optimis kerja sama penelitian Indonesia dan Australia akan meningkat di masa depan,” jelas Najib.
Dalam pengantarnya, Dekan ANU College of Science, Kiaran Kirk menyampaikan bahwa ANU melihat Indonesia sebagai negara tetangga dekat Australia yang potensial. FRT, menurutnya, memberi kesempatan kepada mahasiswa dan staf peneliti muda Indonesia untuk melakukan penelitian kolaboratif dengan peneliti di ANU. Kiaran menyampaikan bahwa para mahasiswa akan berada di ANU selama 12 minggu, dan mereka berasal dari berbagai disiplin ilmu Sains, Kesehatan dan Kedokteran.
Pada tahun ini, quota ANU FRT untuk Indonesia sebanyak 20 orang. Namun, berdasarkan proses seleksi yang ketat, dari ratusan pelamar yang masuk, hanya sebanyak 19 orang yang terpilih. Mereka berasal dari berbagai kampus di Indonesia seperti Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Padjajaran, Universitas Diponegoro, Universitas Airlangga, Universitas Syiah Kuala, Universitas Sanata Dharma, Universitas Udayana, Indonesian International Institute of Life Sciences dan ada pula peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Para peserta ANU FRT mengungkapkan antusiasnya dalam mengikuti penelitian di ANU. Salah seorang peserta dari Universitas Syiah Kuala, Izzan Nur Aslam, mengaku senang bisa mendapat kesempatan belajar di universitas top dunia. Sementara Dwi Amanda Utami, peneliti muda dari BRIN, menyatakan sangat bersemangat melakukan penelitian di ANU Research School of Earth Sciences.
Mengingat program ini sangat baik bagi mahasiswa, staf peniliti, maupun dosen muda Indonesia, diharapkan program ini bisa berlanjut dan jumlahnya dapat ditingkatkan dua kali lipat pada tahun depan. Peluang tersebut, menurut manajer hubungan internasional ANU College of Science, Jay Poria, sangatlah terbuka, terlebih lagi jika pemerintah Indonesia bisa memberikan co-funding untuk program ini pada masa depan. (Atdikbud Canberra/Rayhan Parady, Editor: Seno Hartono)
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 48 kali